Rabu, 09 Desember 2009

Koq Jarang Bicara Soal Cinta ?

Wah, judulnya menarik juga ya ? Apalagi untuk anak – anak se- usia saya ini, hehe..

Sebenarnya judul tersebut saya ambil dari pengalaman pribadi saya. Maksudnya begini, selama ini kan saya coba – coba nulis, berdiskusi, ngobrol dengan teman – teman, nah… ketika saya nulis, ngobrol, diskusi, jarang sekali atau bahkan belum pernah kali ya? topik yang saya angkat itu mengenai “cinta”, mengapa saya seperti itu ?

Sebenarnya begini, kalo “cinta” dengan orientasi makna yang mengarah ke pacaran, seperti selayaknya anak – anak muda yang sedang memadu kasih (cie..), makna “cinta” itu sendiri semakin menyempit. Karena, seandainya makna “cinta” menjadi seperti tadi, saya takut makna “cinta” yang selama ini indah justru akan terdistorsi, sehingga maknanya pun menjadi absurd atau tidak jelas, atau bahkan malah menjadi sangat memuakkan. Lalu sebenarnya bagaimana saya memaknai “cinta” itu sendiri ?. Makna “cinta” yang saya yakini adalah bahwa “cinta” itu nggak hanya berorientasi pada makna pacaran, dan tentunya nggak sesempit itu, cinta itu universal, sehingga menimbulkan efek yang universal pula. “Cinta” itu nggak sebatas dengan lawan jenis, “cinta” berlaku kepada semua umat manusia, atau mungkin bisa lebih luas, yaitu sesama makhluk hidup, inilah yang saya maksud dengan mengapa “cinta” itu universal.

Atau mungkin kita bisa kembali mengingat apa yang pernah diutarakan El Jalaluddin Rumi, dia berpendat “bahwa dunia ini tercipta karena cinta”, memang ini merupakan pendapat yang kontriversial, atau bahkan mengada – ada ?, tentunya jika pendapat tadi hanya mengacu pada teori ilmiah dan bukti empiris, bahkan ini pendapat yang irrasional jika mengacu pada landasan tadi. Akan tetapi, sebenarnya apa yang dikatakan El Jalaluddin Rumi pun tidak mengada – ada, kalau kita coba menginterpretasikannya secara luas, bukan hanya dilandaskan pada teori ilmiah, atau bukti empiris.

Saya pernah menulis sebuah sajak, puisi, prosa, atau apalah.. (saya pun bingung menyebutnya, karena cuma asal, asal nulis maksudnya, hehe…), yang diakhir kalimatnya disitu saya tulis bahwa “cinta itu seperti sampah”. Ini cukup menimbulkan reaksi yang cukup menarik dari kawan – kawan dan saudara saya yang membaca tulisan itu. Mengapa saya menulis seperti itu ?, jawabannya ya itulah makna “cinta” yang terdistorsi yang saya maksudkan. Begini – begini, hehe.. makna “cinta” itu kan sebenarnya indah, tapi ketika makna “cinta” itu terdistorsi ya.. seperti itu tadi ,“cinta” itu akan seperti sampah yang memuakkan. Jadi bukannya saya tidak pernah bicara tentang “cinta”, saya sering bicara mengenai hal tersebut, bahkan saya sangat respect tentang masalah itu. Tapi ketika Anda memaknai “cinta” hanya sebatas seperti yang telah saya sebutkan di muka, ya… konsekuensinya Anda melihat saya seolah – olah adalah orang yang nggak butuh “cinta”.

Di akhir coret – coretan saya ini, saya berharap agar “cinta” itu dimaknai secara universal, sehingga menimbulkan efek yang universal pula. Saya butuh “cinta”. Anda butuh “cinta”. Dunia butuh “cinta”. Semua yang ada di alam semesta butuh “cinta”. Pakailah bahasa “cinta”, buang jauh – jauh bahasa kekerasan dari muka bumi ini. Tidak ada yang saling hina, caci - maki satu sama lain. Tidak ada perang. Sehingga kedamaianlah yang tersisa !.

(*sumbangan untuk dunia, yang sedang mengalami krisis “cinta” )

0 komentar:

Posting Komentar